Kabut pagi masih belum hilang
di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara, Sabtu 11 maret 2017.
Sebelum mentari menampakkan diri,
seluruh perempuan Dayak Agabag berduyun-duyun
menuju ke sungai untuk mandi.
Ini bukan mandi rutin yang biasa dilakukan
sebelum terik menyentuh bumi.
Ritual membasuh diri ini merupakan tradisi
yang dilakukan seluruh perempuan Dayak Agabag
demi keselamatan mereka di kemudian hari.
Mandi abalisi namanya.
Ini merupakan tradisi dari nenek moyang mereka
untuk membersihkan diri agar terhindar
dari marabahaya.
"Ini tradisi bagi seluruh perempuan Dayak Agabag
untuk mandi membersihkan diri di sungai
dengan tujuan agar terhindar dari sial,"
kata Sekjen Pemuda Penjaga Perbatasan Muriono.
Untuk menandai tradisi abalisi,
para wanita Dayak Agabag akan menyunggi
daun talas di atas kepala mereka menuju sungai.
Ini adalah salah satu syarat
untuk melaksanakan mandi abalisi
sebagai penghormatan kepada perempuan
yang meninggal karena melahirkan.
"Kemarin ada salah satu warga kami
yang meninggal saat melahirkan.
Makanya perempuan Dayak Agabag
pagi ini melaksanakan tradisi mandi abalisi,"
tutur Muriono.
Dengan ritual mandi abalisi,
perempuan Dayak Agabag berharap
tidak ada lagi seorang ibu yang harus
kehilangan nyawa demi hidup bayinya.
"Artinya kesadaran perempuan Dayak Agabag
sangat tinggi untuk ibu yang melahirkan terhindar
dari kematian," ujar Muriono.
Angka kematian tinggi
Salah satu penyebab kematian ibu melahirkan
di daerah ini adalah keterbatasan infrastruktur
kesehatan di wilayah perbatasan negara.
Untuk beberapa kasus melahirkan yang butuh
penanganan medis seperti operasi caesar,
warga Lumbis Ogong harus menempuh jarak
ratusan kilometer menuju puskemas maupun
rumah sakit di Kabupaten Malinau.
Rumah Sakit Umum Kabupaten Nunukan letaknya
lebih jauh lagi dari Kecamatan Lumbis Ogong.
"Kalau ke Malinau jaraknya 4 jam dengan
biaya transportasi Rp 1 juta.
Kalau ke Nunukan butuh waktu hingga 15 jam
dengan biaya transportasi Rp 10 jutaan,"
kata Muriono.
Perlu perjuangan besar
untuk menuju pusat layanan kesehatan itu.
Perempuan dari desa pedalaman harus
menempuh jalur sungai terlebih dulu sebelum
sampai ke Lumbis Ogong.
Itu berarti biaya transportasi dan waktu
yang dibutuhkan menuju rumah sakit terdekat
juga kian berlipat.
"Meski sudah ada jalan Trans Kalimantan,
tapi kondisinya rusak parah," kata Muriono.
Warga Dayak Agabag
memberikan perlakuan khusus kepada ibu
yang wafat dalam proses melahirkan.
Mereka biasanya mengganti nama perempuan
yang meninggal saat melahirkan tersebut
dengan nama Natalan.
Dalam bahasa Dayak Agabag,
nama Natalan berarti melahirkan dengan
bertaruh nyawa.
Pada Jumat 10 maret 2017,
seorang wanita asal Desa Sebuku terpaksa
dibawa ke Rumah Sakit Umum Kabupaten Malinau
karena kesulitan melahirkan.
Bayi yang dikandungnya sungsang sehingga
membutuhkan penanganan medis secepatnya.
Meski sempat mendapatkan penanganan
operasi cesar, nyawa sang ibu tidak bisa tertolong
karena lamanya perjalanan dari Sebuku menuju
Rumah Sakit Umum Kabupaten Malinau.
Untunglah bayi yang dilahirkannya selamat.
Penulis: Kontributor Nunukan, Sukoco
Editor: Laksono Hari Wiwoho