Kamis, 06 April 2017

Kondisi Jembatan Sunut Ungaran, Antara Doa dan Maut yang Mengintip...


Apa korelasinya sebuah jemban dengan
nilai spiritualitas? Jawabannya tanyakan saja
kepada warga yang melintasi Jembatan Sunut, 
jembatan yang mengangkangi sungai Jragung diantara 
desa Jragung, Demak dengan dusun Sapen,
Kabupaten Semarang.

"Sebenarnya ya takut.
Kalau mau lewat pasti assalamualaikum dulu,
berdoa sebisa-bisanya,"
kata Marsini (50 tahun) warga Kedungjati,
Grobogan, Kamis 6 April 2017 siang.
Setiap hari dengan sepeda kayuhnya,
Marsini menempuh perjalanan belasan kilometer
menuju dusun Sapen untuk mengantar
makanan suaminya yang berladang di dusun Sapen.

"Saya punya kukrukan (ladang) 2,5 hektar di sini
yang kami tanami jagung dan kacang-kacangan.
Jadi tiap hari lewat jembatan ini untuk mengantar
makan siang suami," ujarnya.

Kekhawatiran Marsini bukan tanpa alasan,
sebab Sabtu 1 April 2017 lalu,
saudaranya terjatuh dari jembatan ini pada saat
hendak menuju ladang di dusun Sapen untuk
memanen jagung. Keduanya pun hingga saat ini
masih dirawat di Rumah Sakit di Purwodadi.
"Yang laki-laki namanya Man (50 tahun),
istrinya Sri (45 tahun) .
Si Man giginya tanggal dua,
pipi sampai janggutnya dijahit, perutnya juga sakit. 
Kalau yang perempuan patah di tangan kiri, punggung
dan kedua kakinya. Dua-duanya masih
di RS Purwodadi," ucapnya.


Panjang jembatan Sunut
sekitar 80 meter dan lebar 2,5 meter
tanpa pagar pembatas.
Tiga pilar beton setinggi 15 meter menyangga
gelagar besi dan tumpukan papan yang ditambal sulam 
sebagai lantainya.
Banyak bagian dari jembatan ini yang sudah lapuk
sehingga saat meniti diperlukan kewaspadaan
ekstra tinggi.

"Ngeri mas,
banyak berdoa kalau lewat sini.
Jadi saya usahakan keluar dari Sapen tidak lebih
dari jam 12 siang karena takut keburu hujan.
Tidak hujan saja ngeri saya,
apalagi kalau hujan jadinya pasti licin,"
ungkap Ngatiyem (37 tahun) warga Mranggen Demak,
seorang pekerja jasa penagihan sebuah perusahaan
peralatan otomotif di Demak.

Jembatan Sunut ini merupakan satu-satunya
akses warga Dusun Sapen dan Dusun Borangan,
Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus,
Kabupaten Semarang untuk menuju ke pusat desa
atau ke pusat Kabupaten Semarang di Ungaran.

Sudah puluhan tahun kedua dusun ini terisolasi
karena jembatan menuju ke Dusun Kedungglatik
yang mengarah ke pusat Desa Candirejo hingga
Pringapus hanyut terbawa aliran sungai
sekitar tahun 1990-an.

"Tiap pasaran legi jadwal saya setori krupuk
ke Borangan dan Sapen.
Dulu sampai Kedungglatik, tetapi sejak jembatan
putus tahun 90-an, jualan saya hanya
sampai Borangan," ungkap Asmuni (57 tahun).
warga Desa Gebangan, Kecamatan Tegowanu,
Kabupaten Grobogan.
Asmuni sudah berjualan kerupuk sejak tahun 1980.
Dua kerombong kerupuknya dia taruh di samping
kanan kiri sepeda motornya.
Untuk mengusir rasa sepi di sepanjang perjalanan
menuju dusun Borangan, kerombong kerupuknya
dilengkapi dengan pelantang musik.
"Dari dulu sejak saya bawa sepeda sampai sekarang,
jembatan Sunut ya begitu-begitu saja mas.
Pokoknya bismillah saja kalau lewat," ujarnya.
Dia juga mengatakan untuk menuju Dusun Borangan
dari Dusun Sapen, harus melewati jembatan gantung.
Hanya pas untuk lewat satu sepeda motor saja.
"Ngepres dengan kerombong krupuk saya," imbuhnya.

Warga Dusun Borangan,
Muhammad Amin (41 tahun) membenarkan
jika warga di desanya harus melewati dua jembatan
untuk keluar ke pusat Desa Candirejo menuju
ke Ungaran.
Setelah menyeberangi jembatan Sunut,
warga harus melalui beberapa desa di wilayah
Karangawen dan Mranggen, Kabupaten Demak.
"Dari Borangan ke Sapen ada jembatan gantung,
lalu keluar Sapen ya lewat jembatan berbahaya ini.
Lalu memutar dulu ke Karangawen dan Mranggen,
Demak untuk menuju ke arah Ungaran,"
kata Amin, guru sebuah madrasah di Borangan.
Amin mengatakan,
warga kedua dusun sangat menggantungkan
kebutuhan hidupnya dari ke dua wilayah kecamatan
di Demak tersebut.
Mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti
sembako maupun kebutuhan lainnya seperti
bahan-bahan bangunan ataupun pupuk
untuk pertanian.
"Kalau malam juga gelap karena tidak ada
lampu penerangan. Kami berharap supaya
pemerintah dapat memperbaiki jembatan jadi layak.
Karena selama ini,
kalau ada kerusakan warga Sapen dan Borangan
yang gotong royong memperbaiki,"
ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh pelajar
dari Dusun Borangan, Pinky Rahmawati (14 tahun).
Ia dan banyak anak lainnya dari dusun Borangan
harus menempuh jarak puluhan kilometer menuju
ke sekolahnya di Karangawen, Demak dan
harus melewati jembatan Sunut ini.
Ia punya tips khusus
agar tidak takut melintas di jembatan ini.
Sebab tanpa pagar pengaman dan lantainya
dari tambal sulam kayu ini, aliran sungai Jragung
jelas terlihat dari sela-sela kayu saat melintas.
"Pokoknya bapak saya pesan,
pandangan lurus ke depan jangan lihat kiri kanan
dan jangan lupa berdoa,"
ujar siswi kelas IX ini.
"Harapannya jembatan diperbaiki jadi layak
karena banyak pelajar yang melintasi jembatan
ini," sebutnya.


Kepala Dusun Sapen Budi Narto mengatakan,
ratusan jiwa warga dusun Sapen dan dusun Borangan
sangat bergantung dengan Jembatan Sunut ini.
Penduduk di dusun Sapen saat ini mencapai
214 kepala keluarga atau sekitar 580 jiwa,
sedangkan dusun Borangan berpenduduk
350 jiwa dalam 158 kepala keluarga.
"Sudah ada sekolah dasar satu,
Puskesmas Pembantu satu tapi kondisi sudah
rusak belum pernah digunakan.
" Kami ini juga warga Indonesia, tolong diperhatikan,"
kata Budi.
Budi Narto mengungkapkan
sudah beberapa kali terjadi kecelakaan di jembatan ini.
dari catatannya, sudah 41 orang jatuh ke sungai
dari atas jembatan Sunut, empat diantaranya tewas.
"Jangan sampai ada korban-korban lagi,"
ucapnya.

Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang,
Bondan Marutohening mengatakan perbaikan
Jembatan Sunut perlu menjadi prioritas
karena keberadaan jembatan tersebut
menyangkut kenyamanan dan keselamatan warga.
"Apalagi jembatan itu merupakan
akses satu-satunya bagi warga Sapen dan Borangan
untuk melakukan aktivitas ke luar.
Jangan menunggu terlalu lama sehingga timbul
korban lagi," kata Bondan, Senin 3 April 2017 lalu.
Kata Bondan,
sebenarnya permintaan agar Jembatan Sunut
segera diperbaiki sudah lama disuarakan
ke Pemkab Semarang melalui beberapa forum.
"Tahun ini akan diperbaiki
menggunakan dana APBD dengan alokasi
anggaran Rp 700 juta.
Awal April ini kita harap bisa dilelang,"
ujarnya.

Sementara itu,
Bupati Semarang Mundjirin mengatakan,
perbaikan jembatan Sunut memerlukan
biaya sedikitnya Rp 75 miliar.
Pihaknya sudah berusaha mencari bantuan
pendanaan dari pemerintah propinsi maupun pusat,
namun hingga saat ini belum membuahkan hasil.
Sementara kemampuan APBD untuk mendanai
perbaikan Jembatan Sunut sangat terbatas.
Di samping keberadaan jembatan Sunut ini merupakan
tanggungjawab dua wilayah, antara Kabupaten
Semarang dengan Kabupaten Demak.
"Tahun 2016
sudah mengajukan ke Kementerian PUPR,
sampai kini belum turun. Kita juga masukkan
ke Musrenbang Propinsi, ternyata tidak masuk
ke prioritas," kata Mundjirin.
Terkait adanya alokasi anggaran sebesar
Rp 600 juta hingga Rp 700 juta di APBD 2017,
kata Mundirin dana sebesar itu hanya sebatas
untuk memperbaiki saja.
"Solusinya ya kita lihat APBDnya dulu untuk
mengatasi sementara. Jika korbannya sudah banyak,
tentunya lelang pekerjaan harus segera dilakukan,"
ujar dia.

Banyak harapan digantungkan dari
jembatan Sunut ini, mulai anak-anak sekolah
yang ingin belajar dengan tenang,
para petani yang ingin bisa leluasa menjual
hasil pertaniannya hingga warga yang
membutuhkan administrasi kependudukan
di pusat desa, kecamatan hingga pusat
pemerintahan di kota Ungaran.

Penulis: Kontributor Ungaran, Syahrul Munir
Editor: Erlangga Djumena

Bibin Pria Lansia yang Sempat Dipasung Meninggal di RSJ Bogor


Bibin (56), pria lanjut usia yang sempat dipasung
di Sukabumi dikabarkan meninggal dunia
setelah beberapa jam tiba di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Dr Marzoeki, Bogor, Jawa Barat.

Warga Kampung Cijambe, RT 01 RW 04,
Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar itu diduga
menderita gangguan kejiwaan.
Karena dikhawatirkan mengganggu warga,
duda beranak dua itu akhirnya dipasung.

"Ya informasinya meninggal dunia,
tapi saya tidak mengetahui waktunya.
Saya dapat informasinya tadi jam delapan pagi,"
kata Sekretaris Kecamatan (Sekmat) Cikembar,
Kartowijoyo kepada harian Kompas saat dihubungi
melalui telepon genggamnya,
Kamis 6 April 2017 sekitar pukul 11:15 WIB.

Menurut dia informasi yang diterimanya
dari petugas pengantar, Bibin sudah sampai di RSJ
Bogor Rabu petang. Langsung masuk ke dalam
ruangan untuk mendapatkan penanganan medis.
"Pak Bibin sudah masuk kamar, sudah ditangani
dan masuk perawatan," ujar dia.

Kartowijoyo menuturkan jenazah akan dijemput
ke Bogor oleh unsur pemerintahan, meliputi dari
Kecamatan Cikembar, Polsek Cikembar, dan
Pemerintahan Desa Sukamaju.

"Tim penjemput sudah berangkat tadi jam sepuluhan.
Mungkin saat ini masih dalam perjalanan.
Bu Camat Cikembar yang langsung memimpin
rombongan," tuturnya.

Dia menambahkan almarhum Bibin ini menderita
gangguan kejiwaan setelah bercerai dengan istrinya
beberapa tahun silam.
Dari pernikahannya mempunya dua anak perempuan
yang sekarang sudah menikah.
"Kedua anak perempuannya dibawa suaminya,
ada yang di Aceh dan satunya di Kalimantan.
Tapi kami tidak tahu keberadaan mereka," ucapnya.

Penulis: Kontributor Sukabumi, Budiyanto
Editor: Erlangga Djumena

Tabrakan Avanza dengan Bus di Puncak Bogor


Kecelakaan terjadi di Jalan Raya Puncak, 
Kabupaten Bogor pada Kamis 6 April 2017
menewaskan satu orang.

Kecelakaan yang melibatkan
satu mobil pribadi jenis Toyota Avanza
dengan bus pariwisata Blue Star
bernomor polisi B 7099 NG.

Menurut Kanit Laka Lantas Polres Bogor,
Iptu Asep Saepudin, saat ini pihaknya masih
mengevakuasi bangkai kendaraan di KM 78
tidak jauh dari Cimory 1, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor.

"Kejadiannya sekitar pukul 08.15 WIB,"
ujar Iptu Asep kepada TribunnewsBogor.com.

Menurut informasi yang diterima kepolisian,
saat itu kendaraan Toyota Avanza bergerak
dari arah Gadog menuju Cisarua Kabupaten Bogor.
Setibanya di lokasi kejadian,
kendaraan Toyota Avanza bernomor polisi
H 8677 ZR itu mendahulu kendaraan sepeda motor.


"Saat mendahului dari kanan,
dari arah berlawan ada bus sehingga
bertabrakan," terangnya.

Korban sementara diketahui ada dua orang dan
belum diketahui identitasnya.

"Satu orang meninggal dunia dan
satu orang lagi luka ringan sudah di bawa
ke rumah sakit Cisarua," katanya.
(Tribunnews Bogor/Damanhuri)

Editor: Erlangga Djumena


Rabu, 05 April 2017

17 Orang Terluka saat Sebuah Trem di Hongkong Terbalik,


Pengemudi trem tingkat yang terbalik dan
melukai sembilan penumpangnya di Hongkong akhirnya 
ditangkap pada Kamis 6 April 2017.

dengan dakwaan membahayakan nyawa orang lain.
Sebanyak lima orang perempuan dan sembilan laki-laki
termasuk pengemudi saat trem itu terbalik
pada Rabu 5 April 2017 sekitar tengah malam.

Kepolisian Hongkong mengatakan,
pengemudi trem bernama Lo (23 tahun)
kini sedang menjalani pemeriksaan untuk
mengetahui penyebab kecelakaan itu.

Stasiun televisi setempat memperlihatan
pasukan pemadam kebakaran tengah berada di lokasi
dan seorang korban harus menggunakan topeng
oksigen saat dikeluarkan dari trem yang terbalik itu.

Insiden itu adalah kecelakaan kedua yang melibatkan
sarana transportasi publik di Hongkong tahun ini.
Infrastruktur transportasi publik Hongkong selama ini
dianggap sebagai salah satu yang paling baik dan
paling aman di dunia.

Pada Februari lalu,
sebanyak 17 orang terluka saat api melalap sebuah
kereta bawah tanah memicu evakuasi di stasiun Tsim
Sha Tsui di masa jam sibuk dan menimbulkan
kekacauan di peron.
Polisi kemudian berhasil menangkap pria pelaku pembakaran 
di kereta api bawah tanah itu.

Trem, di Hongkong dikenal dengan nama ding-ding 
karena bunyi belnya itu, telah melayani kota itu selama 
lebih dari satu abad dan mengangkut 200.000 
penumpang sehari.
Dengan armada sebanyak 160 trem,
maka jaringan trem di Hongkong adalah
yang terbesar di dunia.
Biaya untuk naik trem ini terbilang murah
yaitu hanya 2,30 dolar Hongkong atau kurang
dari Rp 4.000 untuk penumpang dewasa.

Editor: Ervan Hardoko
 ( AFP )

Kebakaran di Lhokseumawe 42 Korban Mengungsi ke Surau


Sebanyak 42 korban kebakaran dari
12 kepala keluarga di Desa Pusong Lama,
Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe,
Kamis 6 April 2017
mengungsi ke surau di desa tersebut.

Saat ini,
pengungsi sangat membutuhkan pakaian.
Sementara bantuan masa panik telah disalurkan
oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe.

Sebelumnya,
9 rumah yang dihuni 12 kepala keluarga ludes terbakar.
Rumah tersebut masing-masing milik
Asnawi (45),
Iskandar (32),
Abdul Aziz (35),
Muzakir (40),
Deni(40),
Irwan (45),
Anton (45),
Sarji (71) dan
Nazaruddin (32).

Salah seorang korban rumah terbakar,
Siti Aisyah
menyebutkan, selain rumah,
seluruh pakaiannya ludes terbakar.
Akibatnya, ia hanya menggenakan pakaian
yang melekat di tubuh.

“Untuk sementara pakaian adalah
kebutuhan paling mendesak.
Kami tak memiliki pakaian lainnya,” kata Siti.

Selain itu,
dia berharap Pemerintah Kota Lhokseumawe
membantu biaya pembangunan kembali
rumah mereka agar mereka tidak terlalu lama
tinggal di lokasi pengungsian.

Sementara itu,
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal
Polres Lhokseumawe, AKP Yasir menjelaskan,
polisi masih menyelidiki penyebab kebakaran itu.

Awalnya,
kebakaran diduga karena lilin yang jatuh ke bensin
di salah satu rumah lalu api merembet
ke rumah lainnya di kawasan itu.

“Kita sudah pasang police line sejak semalam.
Hari ini dilakukan olah tempat kejadian perkara,
pasti kita selidiki dulu untuk memastikan
penyebabnya,” pungkas AKP Yasir.

Seperti diberitakan,
kebakaran mengakibatkan sembilan rumah terbakar.
Salah seorang warga,
Asnawi terbakar di bagian kaki,
dan warga lainnya,
Putri Lisa pingsan sehingga harus dilarikan
ke Rumah Sakit TNI AD Lhokseumawe,
Rabu 5 April 2017 malam.

Tim Labfor Mabes Polri dan Polda Sumatera Utara
masih melakukan olah TKP untuk mengetahui
penyebab terjadinya kebakaran.

Penulis: Kontributor Lhokseumawe, Masriadi
Editor: Farid Assifa

Peter jr. Bocah Hilang 20 Tahun Silam Terungkap, Misteri Hilangnya


Seorang ayah dari bocah yang hilang 20 tahun lalu
di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat
akhirnya mengaku bersalah telah menyebabkan
bocah itu meninggal dunia.

Pengakuan itu diungkapkan Rabu 5 April 2017
Sebagai bagian dari kesepakatan Jaksa,
yang mengharuskan dia menunjukkan
lokasi penguburan anak tersebut.

Seperti dilansir Associated Press, Peter Kema Sr.
juga mengaku bersalah terkait perbuatannya
yang menghalangi penuntutan.

Kema setuju untuk menjalani hukuman
penjara selama 20 tahun,
dengan hukuman wajib selama
enam tahun delapan bulan,

jika dia membantu pihak berwenang
menemukan sisa-sisa anaknya, Peter Jr..
Saat hilang, Peter Jr berusia enam tahun.

Jika Kema ternyata menolak bekerja sama,
jaksa bisa mengajukan tuntutan hukuman
penjara hingga 25 tahun.
Hal itu diungkapkan Jaksa
dari Hawaii County Ricky Damerville.

"Perkara ini belum akan berakhir hingga
kita menemukan sisa jasad korban,"
ungkap jaksa usai persidangan.

Peter Kema tidak mengungkapkan keterangan rinci
tentang hal itu dalam persidangan tersebut.
Dia hanya memberikan jawaban "iya",
ketika hakim menanyakan
Apakah ia lalai memberikan perawatan medis
hingga menyebabkan kematian si anak.

Pada akhir tahun 1990-an,
dan memasuki dekade 2000-an,
anak yang dikenal dengan sebutan "Peter Boy,"
menjadi materi iklan pencarian anak hilang dan
korban kekerasan.

Banyak poster dan stiker bertebaran
di penjuru wilayah Hawaii bertuliskan,
"So where's Peter?"

Kema dan sang istri, Jaylin,
sudah lama dicurigai terlibat dalam
hilangnya bocah laki-laki ini.
Namun,
jaksa penuntut mengaku tidak mengantongi
cukup bukti untuk mendakwa mereka,
hingga akhir tahun lalu.
Saat itu,
dewan juri dalam perkara ini mengindikasikan bahwa
kedua orang itu terkait dengan kasus pembunuhan.
Jaylin Kema mengaku bersalah tahun lalu.

Hal itu sekaligus menjadi konfirmasi pertama
yang menegaskan bahwa anak itu telah
meninggal dunia.

Dalam pertukaran untuk hukuman satu tahun,
dia setuju untuk melepaskan hak istimewa pernikahan,
dan bersaksi terhadap suaminya di pengadilan.

Dia setuju dengan fakta yang diungkap jaksa
di pengadilan tentang kelalaian dalam merawat anak
dan kegagalan memberi perawatan medis
hingga berakhir dengan kematian.

Di tahun 1996 dan 1997,
sejumlah anggota keluarga besar yang kini
sebagian besar telah meningal dunia,
sudah mengungkapkan kekhawatiran mereka
bahwa sang ayah melakukan kekerasan
terhadap Peter Jr.

Luka di tangan ditinggalkan tanpa perawatan,
hingga bernanah dan bisa masuk jari dialami bocah itu.
Kesaksian itu diberikan oleh salah satu anggota
keluarga, Damerville, tahun lalu.

Selain tak memiliki asuransi kesehatan,
Jaylin Kema juga tidak memberikan perawatan
kesehatan serta tidak melaporkan kekerasan
yang dilakukan suaminya.
Alasannya, perempuan itu takut dengan sang suami.
Demikian kata Damerville.

Di suatu masa,
antara bulan Mei dan Juni 1997,
putri mereka yang berusia empat tahun
mendengar Jaylin Kema memanggil suaminya.
Menurut saksi mata,
anak itu melihat orantuanya berusaha
membangunkan Peter. Gadis kecil itu pun lalu
melihat kakaknya diletakkan di dalam kotak,
kata Damerville.

Otoritas Kejaksaan percaya anak itu tewas
akibat kurangnya perawatan medis.
Jaksa pun tidak percaya Jaylin Kema tahu
di mana Peter dikuburkan.
Peter Kema sempat mengaku kepada aparat
bahwa anak itu dibawa ke Oahu, dan
memberikannya kepada seseorang bernama
"Aunty Rose Makuakane" untuk adopsi informal.

Empat tahun silam,
Jaksa dari Hawaii County Mitch Roth berjanji
akan mengungkap misteri tidak terselesaikan ini.
Roth mengatakan,
tanpa penemuan tubuh korban,
kelanjutan kasus yang melibatkan
pasangan suami-istri itu akan sulit berlanjut.

"Kabar baik muncul saat istri Kema setuju
untuk memberikan kesaksian melawan suaminya,"
kata Roth.

Roth pun hadir di dalam persidangan
dan duduk berdampingan dengan
kakek kandung Peter Jr.
"Kini kita semua bisa mengetahui kebenarannya,"
ungkap Roth.
"Ini pun menjadi jawaban untuk pertanyaan publik,
"where is Peter Boy? " tegas Roth.

Editor: Glori K. Wadrianto

Selasa, 04 April 2017

Vulla Tusuk Kakak Ipar dan Sandera 2 Balita, Tewas Ditembak Polisi


Bunyi letusan pistol terdengar
saat polisi melumpuhkan Vulla, pelaku penyanderaan
dua balita keponakannya sendiri di dalam rumah,
Jalan Gajah Mada, RT 1,
Kelurahan Karang Anyar Pantai, Tarakan Barat,
Kalimantan Barat, Selasa 4 April 2017.

Tembakan anggota polisi mengenai
bagian badan Vulla, sampai akhirnya tewas.

Dua balita, yakni Fazri (5 tahun) dan Aisyah (2 tahun)
yang sempat disandera berhasil diselamatkan.
Jenazah Vulla langsung dimasukkan dalam
kantong mayat warna oranye dan dibawa ke
Ruang Jenazah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Tarakan menggunakan mobil ambulans.

Sebelum menyandera dua balita tersebut,
Vulla sempat mengamuk
melukai Ernawati, ibunda dua balita hingga
mengalami luka- luka di bagian
lengan, dada, dan paha kiri.
Ernawati dirawat di RSUD Tarakan.

Polisi sendiri sudah melakukan berbagai upaya
membujuk Vulla agar melepaskan
kedua keponakannya.
Selama dua jam melakukan pendekatan,
Vulla juga tidak mau melepaskan dua bocah itu.

Polisi yang dibantu anggota TNI terus membujuk Vulla,
melihat Fazri yang berada di dekapan Vulla mengalami
luka bagian lengan dan perut.
Karena kondisi yang membahayakan sang bocah,
polisi pun mengambil langkah untuk
melumpuhkan Vulla.
Tembakan mengenai bagian badan Vulla
hingga akhirnya meninggal.

Peristiwa penyenderaan paman terhadap
kedua keponakan yang masih kecil - kecil bermula
sekitar pukul 12.00 Wita.

Saat itu Ernawati menegur Vulla
agar ganti baju supaya tidak sakit.
Bukannya ganti baju, usai ditegur Vulla
malah masuk ke dapur mengambil pisau.
Tidak lama kemudian,
tiba- tiba pisau yang dia dibawa diarahkan
ke Ernawati yang sedang menidurkan kedua anaknya
di kamar.
Seperti kerasukan setan,
Vulla beberapa kali menusuk kakak iparnya itu
di bagian lengan, dada, dan paha kiri.

Melihat kondisi Ernawati yang berdarah - darah,
Santi, istri Vulla yang juga adik Ernawati
langsung berteriak.
Dia berusaha menarik tangan suaminya
agar tidak lagi menusuk kakaknya.

"Saya sudah bilang.. Sudah Vulla!, sudah Vulla!.
Saya malah didorong ke belakang.
Saya melihat kakak saya ditusuk- tusuk
beberapa kali sama suami saya.
Pokoknya ngeri sekali.
Saya sampai tidak sanggup melihat kakak saya
seperti itu," ucapnya dengan berlinangan air mata.

Santi sendiri tidak mengetahui apa penyebabnya
sampai suaminya tega melukai kakaknya.
Padahal selama ini kakaknya sangat baik
terhadap dirinya dan sang suami.

Setiap pulang dari menjaga tambak,
ia dan suaminya tinggal di rumah kakaknya.
"Selama ini tidak ada masalah antara kakak dan
suami saya, semuanya baik - baik saja.
Saya juga tidak tahu kenapa suami saya menusuk
kakak saya. Padahal cuma ditegur ganti baju supaya
tidak sakit saja, kenapa bisa seperti ini,"
ungkapnya sambil terus menangis.

Sementara itu,
seorang tetangga yang namanya enggan disebutkan
menuturkan, pisau yang digunakan untuk menusuk
Ernawati sempat diambil para tetangga.
Namun,
saat Vulla akan diamankan,
ternyata malah langsung masuk ke rumah dan lari
ke kamar. Dia menyandera dua keponakannya
yang berada di dalam kamar menggunakan
sebilah parang.

"Tetangga di sini sudah mau mengamankan Vulla.
Eh ternyata Vulla malah menyandera keponakannya
menggunakan sebilah parang.
Tragisnya lagi,
parang diarahkan di leher salah satu keponakannya 
bernama Fazri.
Melihat ini mana ada yang berani,
karena tetangga takut kalau Vulla melukai
keponakannya," ujarnya.

Ia melihat ada tiga luka tusukan
yang diderita Ernawati, yaitu bagian
lengan, dada dan paha kiri.
"Saya lihat lukanya,
ngeri sekali karena banyak darah keluar.
Baju saya ini tadi penuh darah dan lantai rumah saya
itu masih ada bercak darahnya Ernawati," ucapnya.

Saat peristiwa ini terjadi banyak warga yang menonton
sepanjang jalan menuju gang sempit.
Ada pula masyarakat yang rela sampai naik ke
atas tembok, untuk melihat penyanderaan yang
dilakukan Vulla.

Padahal beberapa kali polisi dan petugas sudah
mengusir untuk tidak menyaksikan peristiwa ini,
tapi tidak dipedulikan oleh sebagian masyarakat
yang ingin melihat secara dekat peristiwa
penyanderaan yang dilakukan paman terhadap
kedua keponakannya. (Tribun Kaltim/Junisah)

Editor: Erlangga Djumena