Apa korelasinya sebuah jemban dengan
nilai spiritualitas? Jawabannya tanyakan saja
kepada warga yang melintasi Jembatan Sunut,
nilai spiritualitas? Jawabannya tanyakan saja
kepada warga yang melintasi Jembatan Sunut,
jembatan yang mengangkangi sungai Jragung diantara
desa Jragung, Demak dengan dusun Sapen,
Kabupaten Semarang.
"Sebenarnya ya takut.
Kalau mau lewat pasti assalamualaikum dulu,
berdoa sebisa-bisanya,"
kata Marsini (50 tahun) warga Kedungjati,
Grobogan, Kamis 6 April 2017 siang.
Setiap hari dengan sepeda kayuhnya,
Marsini menempuh perjalanan belasan kilometer
menuju dusun Sapen untuk mengantar
makanan suaminya yang berladang di dusun Sapen.
"Saya punya kukrukan (ladang) 2,5 hektar di sini
yang kami tanami jagung dan kacang-kacangan.
Jadi tiap hari lewat jembatan ini untuk mengantar
makan siang suami," ujarnya.
Kekhawatiran Marsini bukan tanpa alasan,
sebab Sabtu 1 April 2017 lalu,
saudaranya terjatuh dari jembatan ini pada saat
hendak menuju ladang di dusun Sapen untuk
memanen jagung. Keduanya pun hingga saat ini
masih dirawat di Rumah Sakit di Purwodadi.
"Yang laki-laki namanya Man (50 tahun),
istrinya Sri (45 tahun) .
Si Man giginya tanggal dua,
pipi sampai janggutnya dijahit, perutnya juga sakit.
Kabupaten Semarang.
"Sebenarnya ya takut.
Kalau mau lewat pasti assalamualaikum dulu,
berdoa sebisa-bisanya,"
kata Marsini (50 tahun) warga Kedungjati,
Grobogan, Kamis 6 April 2017 siang.
Setiap hari dengan sepeda kayuhnya,
Marsini menempuh perjalanan belasan kilometer
menuju dusun Sapen untuk mengantar
makanan suaminya yang berladang di dusun Sapen.
"Saya punya kukrukan (ladang) 2,5 hektar di sini
yang kami tanami jagung dan kacang-kacangan.
Jadi tiap hari lewat jembatan ini untuk mengantar
makan siang suami," ujarnya.
Kekhawatiran Marsini bukan tanpa alasan,
sebab Sabtu 1 April 2017 lalu,
saudaranya terjatuh dari jembatan ini pada saat
hendak menuju ladang di dusun Sapen untuk
memanen jagung. Keduanya pun hingga saat ini
masih dirawat di Rumah Sakit di Purwodadi.
"Yang laki-laki namanya Man (50 tahun),
istrinya Sri (45 tahun) .
Si Man giginya tanggal dua,
pipi sampai janggutnya dijahit, perutnya juga sakit.
Kalau yang perempuan patah di tangan kiri, punggung
dan kedua kakinya. Dua-duanya masih
di RS Purwodadi," ucapnya.
dan kedua kakinya. Dua-duanya masih
di RS Purwodadi," ucapnya.
Panjang jembatan Sunut
sekitar 80 meter dan lebar 2,5 meter
tanpa pagar pembatas.
Tiga pilar beton setinggi 15 meter menyangga
gelagar besi dan tumpukan papan yang ditambal sulam
sekitar 80 meter dan lebar 2,5 meter
tanpa pagar pembatas.
Tiga pilar beton setinggi 15 meter menyangga
gelagar besi dan tumpukan papan yang ditambal sulam
sebagai lantainya.
Banyak bagian dari jembatan ini yang sudah lapuk
sehingga saat meniti diperlukan kewaspadaan
ekstra tinggi.
"Ngeri mas,
banyak berdoa kalau lewat sini.
Jadi saya usahakan keluar dari Sapen tidak lebih
dari jam 12 siang karena takut keburu hujan.
Tidak hujan saja ngeri saya,
apalagi kalau hujan jadinya pasti licin,"
ungkap Ngatiyem (37 tahun) warga Mranggen Demak,
seorang pekerja jasa penagihan sebuah perusahaan
peralatan otomotif di Demak.
Jembatan Sunut ini merupakan satu-satunya
akses warga Dusun Sapen dan Dusun Borangan,
Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus,
Kabupaten Semarang untuk menuju ke pusat desa
atau ke pusat Kabupaten Semarang di Ungaran.
Sudah puluhan tahun kedua dusun ini terisolasi
karena jembatan menuju ke Dusun Kedungglatik
yang mengarah ke pusat Desa Candirejo hingga
Pringapus hanyut terbawa aliran sungai
sekitar tahun 1990-an.
Banyak bagian dari jembatan ini yang sudah lapuk
sehingga saat meniti diperlukan kewaspadaan
ekstra tinggi.
"Ngeri mas,
banyak berdoa kalau lewat sini.
Jadi saya usahakan keluar dari Sapen tidak lebih
dari jam 12 siang karena takut keburu hujan.
Tidak hujan saja ngeri saya,
apalagi kalau hujan jadinya pasti licin,"
ungkap Ngatiyem (37 tahun) warga Mranggen Demak,
seorang pekerja jasa penagihan sebuah perusahaan
peralatan otomotif di Demak.
Jembatan Sunut ini merupakan satu-satunya
akses warga Dusun Sapen dan Dusun Borangan,
Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus,
Kabupaten Semarang untuk menuju ke pusat desa
atau ke pusat Kabupaten Semarang di Ungaran.
Sudah puluhan tahun kedua dusun ini terisolasi
karena jembatan menuju ke Dusun Kedungglatik
yang mengarah ke pusat Desa Candirejo hingga
Pringapus hanyut terbawa aliran sungai
sekitar tahun 1990-an.
ke Borangan dan Sapen.
Dulu sampai Kedungglatik, tetapi sejak jembatan
putus tahun 90-an, jualan saya hanya
sampai Borangan," ungkap Asmuni (57 tahun).
warga Desa Gebangan, Kecamatan Tegowanu,
Kabupaten Grobogan.
Asmuni sudah berjualan kerupuk sejak tahun 1980.
Dua kerombong kerupuknya dia taruh di samping
kanan kiri sepeda motornya.
Untuk mengusir rasa sepi di sepanjang perjalanan
menuju dusun Borangan, kerombong kerupuknya
dilengkapi dengan pelantang musik.
"Dari dulu sejak saya bawa sepeda sampai sekarang,
jembatan Sunut ya begitu-begitu saja mas.
Pokoknya bismillah saja kalau lewat," ujarnya.
Dia juga mengatakan untuk menuju Dusun Borangan
dari Dusun Sapen, harus melewati jembatan gantung.
Hanya pas untuk lewat satu sepeda motor saja.
"Ngepres dengan kerombong krupuk saya," imbuhnya.
Warga Dusun Borangan,
Muhammad Amin (41 tahun) membenarkan
jika warga di desanya harus melewati dua jembatan
untuk keluar ke pusat Desa Candirejo menuju
ke Ungaran.
Setelah menyeberangi jembatan Sunut,
warga harus melalui beberapa desa di wilayah
Karangawen dan Mranggen, Kabupaten Demak.
"Dari Borangan ke Sapen ada jembatan gantung,
lalu keluar Sapen ya lewat jembatan berbahaya ini.
Lalu memutar dulu ke Karangawen dan Mranggen,
Demak untuk menuju ke arah Ungaran,"
kata Amin, guru sebuah madrasah di Borangan.
Amin mengatakan,
warga kedua dusun sangat menggantungkan
kebutuhan hidupnya dari ke dua wilayah kecamatan
di Demak tersebut.
Mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti
sembako maupun kebutuhan lainnya seperti
bahan-bahan bangunan ataupun pupuk
untuk pertanian.
"Kalau malam juga gelap karena tidak ada
lampu penerangan. Kami berharap supaya
pemerintah dapat memperbaiki jembatan jadi layak.
Karena selama ini,
kalau ada kerusakan warga Sapen dan Borangan
yang gotong royong memperbaiki,"
ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pelajar
dari Dusun Borangan, Pinky Rahmawati (14 tahun).
Ia dan banyak anak lainnya dari dusun Borangan
harus menempuh jarak puluhan kilometer menuju
ke sekolahnya di Karangawen, Demak dan
harus melewati jembatan Sunut ini.
Ia punya tips khusus
agar tidak takut melintas di jembatan ini.
Sebab tanpa pagar pengaman dan lantainya
dari tambal sulam kayu ini, aliran sungai Jragung
jelas terlihat dari sela-sela kayu saat melintas.
"Pokoknya bapak saya pesan,
pandangan lurus ke depan jangan lihat kiri kanan
dan jangan lupa berdoa,"
ujar siswi kelas IX ini.
"Harapannya jembatan diperbaiki jadi layak
karena banyak pelajar yang melintasi jembatan
ini," sebutnya.
Asmuni sudah berjualan kerupuk sejak tahun 1980.
Dua kerombong kerupuknya dia taruh di samping
kanan kiri sepeda motornya.
Untuk mengusir rasa sepi di sepanjang perjalanan
menuju dusun Borangan, kerombong kerupuknya
dilengkapi dengan pelantang musik.
"Dari dulu sejak saya bawa sepeda sampai sekarang,
jembatan Sunut ya begitu-begitu saja mas.
Pokoknya bismillah saja kalau lewat," ujarnya.
Dia juga mengatakan untuk menuju Dusun Borangan
dari Dusun Sapen, harus melewati jembatan gantung.
Hanya pas untuk lewat satu sepeda motor saja.
"Ngepres dengan kerombong krupuk saya," imbuhnya.
Warga Dusun Borangan,
Muhammad Amin (41 tahun) membenarkan
jika warga di desanya harus melewati dua jembatan
untuk keluar ke pusat Desa Candirejo menuju
ke Ungaran.
Setelah menyeberangi jembatan Sunut,
warga harus melalui beberapa desa di wilayah
Karangawen dan Mranggen, Kabupaten Demak.
"Dari Borangan ke Sapen ada jembatan gantung,
lalu keluar Sapen ya lewat jembatan berbahaya ini.
Lalu memutar dulu ke Karangawen dan Mranggen,
Demak untuk menuju ke arah Ungaran,"
kata Amin, guru sebuah madrasah di Borangan.
Amin mengatakan,
warga kedua dusun sangat menggantungkan
kebutuhan hidupnya dari ke dua wilayah kecamatan
di Demak tersebut.
Mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti
sembako maupun kebutuhan lainnya seperti
bahan-bahan bangunan ataupun pupuk
untuk pertanian.
"Kalau malam juga gelap karena tidak ada
lampu penerangan. Kami berharap supaya
pemerintah dapat memperbaiki jembatan jadi layak.
Karena selama ini,
kalau ada kerusakan warga Sapen dan Borangan
yang gotong royong memperbaiki,"
ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pelajar
dari Dusun Borangan, Pinky Rahmawati (14 tahun).
Ia dan banyak anak lainnya dari dusun Borangan
harus menempuh jarak puluhan kilometer menuju
ke sekolahnya di Karangawen, Demak dan
harus melewati jembatan Sunut ini.
Ia punya tips khusus
agar tidak takut melintas di jembatan ini.
Sebab tanpa pagar pengaman dan lantainya
dari tambal sulam kayu ini, aliran sungai Jragung
jelas terlihat dari sela-sela kayu saat melintas.
"Pokoknya bapak saya pesan,
pandangan lurus ke depan jangan lihat kiri kanan
dan jangan lupa berdoa,"
ujar siswi kelas IX ini.
"Harapannya jembatan diperbaiki jadi layak
karena banyak pelajar yang melintasi jembatan
ini," sebutnya.
ratusan jiwa warga dusun Sapen dan dusun Borangan
sangat bergantung dengan Jembatan Sunut ini.
Penduduk di dusun Sapen saat ini mencapai
214 kepala keluarga atau sekitar 580 jiwa,
sedangkan dusun Borangan berpenduduk
350 jiwa dalam 158 kepala keluarga.
"Sudah ada sekolah dasar satu,
Puskesmas Pembantu satu tapi kondisi sudah
rusak belum pernah digunakan.
" Kami ini juga warga Indonesia, tolong diperhatikan,"
kata Budi.
Budi Narto mengungkapkan
sudah beberapa kali terjadi kecelakaan di jembatan ini.
dari catatannya, sudah 41 orang jatuh ke sungai
dari atas jembatan Sunut, empat diantaranya tewas.
"Jangan sampai ada korban-korban lagi,"
ucapnya.
Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang,
Bondan Marutohening mengatakan perbaikan
Jembatan Sunut perlu menjadi prioritas
karena keberadaan jembatan tersebut
menyangkut kenyamanan dan keselamatan warga.
"Apalagi jembatan itu merupakan
akses satu-satunya bagi warga Sapen dan Borangan
untuk melakukan aktivitas ke luar.
Jangan menunggu terlalu lama sehingga timbul
korban lagi," kata Bondan, Senin 3 April 2017 lalu.
Kata Bondan,
sebenarnya permintaan agar Jembatan Sunut
segera diperbaiki sudah lama disuarakan
ke Pemkab Semarang melalui beberapa forum.
"Tahun ini akan diperbaiki
menggunakan dana APBD dengan alokasi
anggaran Rp 700 juta.
Awal April ini kita harap bisa dilelang,"
ujarnya.
Sementara itu,
Bupati Semarang Mundjirin mengatakan,
perbaikan jembatan Sunut memerlukan
biaya sedikitnya Rp 75 miliar.
Pihaknya sudah berusaha mencari bantuan
pendanaan dari pemerintah propinsi maupun pusat,
namun hingga saat ini belum membuahkan hasil.
Sementara kemampuan APBD untuk mendanai
perbaikan Jembatan Sunut sangat terbatas.
Di samping keberadaan jembatan Sunut ini merupakan
tanggungjawab dua wilayah, antara Kabupaten
Semarang dengan Kabupaten Demak.
"Tahun 2016
sudah mengajukan ke Kementerian PUPR,
sampai kini belum turun. Kita juga masukkan
ke Musrenbang Propinsi, ternyata tidak masuk
ke prioritas," kata Mundjirin.
Terkait adanya alokasi anggaran sebesar
Rp 600 juta hingga Rp 700 juta di APBD 2017,
kata Mundirin dana sebesar itu hanya sebatas
untuk memperbaiki saja.
"Solusinya ya kita lihat APBDnya dulu untuk
mengatasi sementara. Jika korbannya sudah banyak,
tentunya lelang pekerjaan harus segera dilakukan,"
ujar dia.
Banyak harapan digantungkan dari
jembatan Sunut ini, mulai anak-anak sekolah
yang ingin belajar dengan tenang,
para petani yang ingin bisa leluasa menjual
hasil pertaniannya hingga warga yang
membutuhkan administrasi kependudukan
di pusat desa, kecamatan hingga pusat
pemerintahan di kota Ungaran.
Penulis: Kontributor Ungaran, Syahrul Munir
Editor: Erlangga Djumena